Apa yang terjadi di Maluku? Sampai saat ini aku tak tau. Berbagai issu tentang sebab musabab terjadinya kerusuhan Maluku telah aku dengar sejak tahun 1999 (kerusuhan Maluku yang pertama pada tanggal 19 januari) yaitu pada usiaku menjelang 15 tahun sampai saat ini (usiaku kini 23 tahun). Ya….sekitar 8 tahun. Issu yang berada pada reting pertama yaitu issu pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS). Kamu tahu RMS kan? Kamu pasti tahu, karena kita pernah diajarkan pada pelajaran sejarah….ingat nggak?
Dulu, waktu belajar sejarah aku selalu membayangkan kejadian perebutan NKRI oleh para pahlawan kita. Iiiihhh….. pasti menakutkan. Tapi aku yakin, semangat untuk merebut kemerdekaan itulah yang telah melunturkan semua rasa takut. Ibu pertiwi menjadi saksi akan keampuhan sebatang bambu runcing dalam mengalahan keangkuhan senjata modern. Dan sobat…..lihatlah….semua peristiwa yang hanya ada dalam buku sejarah itu, kini…..kami anak-anak Maluku telah merasakannya. Tapi konsep yang harus kami lakoni bukan mengusir penjajah, tapi kami harus berperang dengan saudara kami sendiri, teman kami sendiri, guru kami sendiri dan sesama orang Maluku yang telah terikat benang merah persaudaraan. Apa yang terjadi dengan Maluku?
Sobat, aku akan cerita sedikit tentang RMS. Aku hanya ingin kalian tahu, bahwa kami anak-anak Maluku telah mengenal RMS sejak kami masih dalam kandungan. Itulah yang membuat kami tak pernah asing dengan kata Republik Maluku Selatan. Dulu, waktu aku masih SD, setiap tanggal 25 april, tepatnya malam 25 (besoknya 25 april), disetiap sudut kota, sekolah-sekolah, rumah sakit, perkantoran, rumah-rumah warga dan semua tempat yang mempunyai tiang bendera harus diturunkan. Jika tiang tersebut tidak dapat diturunkan maka tempat itu harus dijaga baik oleh anak-anak pramuka, warga maupun aparat keamanan. Pada Malam 25, keadaan kota tegang. Sunyi.
Alasannya Cuma satu. 25 April adalah hari diproklamasikannya RMS. Dan tiang bendera diselamatkan karena takut RMS akan menaikkan benderanya di tiang-tiang tersebut. Hal ini berlangsung di setiap tanggal 25 april, sepanjang tahun.
Sobat, aku katakana kepadamu bahwa RMS tidak pernah mati. Kenapa? Karena pemerintah telah membiarkan RMS untuk tetap hidup. Sampai terjadilah kerusuhan Maluku 19 januari 1999. dan mulai saat itulah, RMS semakin menunjukkan batang hidungnya.
Sobat…..ingatkah kamu kejadian pada tanggal 29 Juni 2007, beberapa elemen aktivis RMS berhasil menyusup masuk ke tengah upacara dan mengibarkan benderanya pada Hari Keluarga Nasional yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para pejabat dan tamu asing yang dilangsungkan di Lapngan Merdeka Ambon. Mereka menari tarian Cakalele seusai Gubernur Maluku menyampaikan sambutan. Walaupun ini bukan merupakan topik utama di berita-berita teve pada saat itu karena tertutupi oleh pemilihan gubernur Jakarta, tapi ini merupakan ancaman besar bagi kedaulatan NKRI.
Sejarah mencatat Republik Maluku Selatan adalah negara yang didirikan dengan maksud untuk memisahkan diri dari NKRI. Didirikan di sebelah selatan kepulauan Maluku, Indonesia pada tanggal 25 April 1950 dengan pimpinan antara lain:
• Presiden: J.H. Manuhutu (hingga 3 Mei 1950)
• Perdana Menteri: Albert Wairisal
• Menteri Luar Negeri: Mr. Dr. Chr. R. S. Soumokil (sejak 3 Mei 1950).
• Menteri Pendidikan: Johan Manusama (selama dua bulan, belakangan juga menjabat Menteri Pertahanan)
Pemberontakan ini berhasil digagalkan secara tuntas pada bulan November 1950, sementara para pemimpin RMS mengasingkan diri ke Belanda. Pada 1951 sekitar 4.000 orang Maluku Selatan tentara KNIL beserta keluarganya (jumlah keseluruhannya sekitar 12.500 orang), melarikan diri ke Belanda, yang saat itu diyakini hanya untuk sementara saja.
Pemimpin pertama RMS dalam pengasingan di Belanda adalah Prof. Johan Manusama dan kini Frans Tutuhatunewa.
Dr. Soumokil mengasingkan diri ke Pulau Seram. Ia ditangkap di Seram pada 2 Desember 1962, dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan militer, dan dilaksanakan di Kepulauan Seribu, Jakarta, pada 12 April 1966.
27 Desember 1949: Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, waktu itu Republik Indonesia Serikat (RIS). Kemudian, RIS membentuk Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). Tapi, tentara KNIL asal Ambon tidak bersedia bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia sebagai pasukan inti APRIS.
25 April 1950: Republik Maluku Selatan (RMS) diproklamasikan orang-orang bekas prajurit KNIL dan pro-Belanda (diantaranya Chr. Soumokil, Ir. J.A. Manusama dan J.H. Manuhutu), dengan presiden Dr. Chr. R. S. Soumokil -bekas jaksa agung Negara Indonesia Timur. RMS bertujuan menjadi negara sendiri lepas dari Negara Indonesia Timur. Pemerintah Pusat yang mencoba menyelesaikan secara damai, mengirim tim yang diketuai Dr. Leimena.
13 Juli 1950: Konferensi Maluku di Semarang, dan para politikus asal Ambon minta pengiriman misi perdamaian ke Ambon. Tapi kemudian, misi yang terdiri dari para politikus, pendeta, dokter dan wartawan, gagal. Akhirnya, pemerintah pusat memutuskan untuk menumpas RMS, lewat kekuatan senjata. Dibentuklah pasukan di bawah pimpinan Kolonel A.A Kawilarang.
14 Juli 1950: Pasukan ekspedisi APRIS/TNI mulai menumpas pos-pos penting RMS. Sementara, RMS yang memusatkan kekuatannya di Pulau Seram dan Ambon, juga menguasai perairan laut Maluku Tengah, memblokade dan menghancurkan kapal-kapal pemerintah.
18 November 1950: Kota Ambon dikuasai APRIS. Soumokil menyelamatkan diri. Sisa-sisa RMS melarikan diri ke hutan dan untuk beberapa tahun lamanya melakukan kegiatan perlawanan.
18 Desember 1950: Pulau Seram dikuasai APRIS.
Februari 1951: Kabinet Belanda di Den Haag memutuskan, mengangkut sisa para serdadu Ambon di Jawa, untuk didemobilisasi di Belanda. Belanda berjanji, suatu hari mereka bisa mudik ke “Ambon yang bebas”.
21 Maret 1951: Rombongan pertama bekas prajurit Belanda asal Maluku (KNIL), bersama keluarga mereka, tiba di Rotterdam, Belanda menggunakan kapal laut. Kemudian, disusul sekitar 12 ribu dengan angkutan 14 kapal. Pemerintah Belanda memberitahukan keputusan Kabinet Belanda (Keputusan Februari 1951) yang memecat prajurit Ambon dari dinas kemiliteran KL. Menetap dan beranak pinak, jumlah orang Maluku, itu kini (2003) sekitar 45.000 jiwa.
1953: Manusama kabur dari New guinea atau Irian Barat ke Belanda. Tahun '50 an Suara di dalam masyarakat Maluku menyimpang dari masalah hak-hak militer KNIL ke realisasi dari idealisme politik RMS.
2 Desember 1963: Soumokil tertangkap.
1964: Soumokil diadili dan dijatuhi hukuman mati oleh Mahmilub.
12 April 1966: Presiden RMS, Soumokil, yang sejak 1963 dipenjara oleh pemerintah Indonesia dieksekusi. Partai kesatuan Badan Persatuan mengangkat Manusama sebagai penggantinya di tempat pengasingan.
1966: RMS berfungsi sebagai pemerintahan di pengasingan, Belanda.
1970-an: Masyarakat Maluku di Belanda merasa tidak adil dan dikibuli Belanda. Mereka meluapkan emosi, melakukan serangkaian aksi kekerasan sepanjang 1970-an: mulai dari pendudukan kediaman duta besar RI di Wassenaar pada malam sebelum Soeharto tiba untuk kunjungan kenegaraan di Belanda (1970), serangan ke rumah Duta Besar RI di Wassenaar dan pembajakan kereta api di Wijster (1975-1977) yang akhirnya menelurkan persetujuan Wassenaar antara Belanda dan Indonesia mengenai pemulangan orang Maluku Belanda ke Indonesia secara sukarela, pembajakan kereta di De Punt dan penyanderaan anak sekolah di Bovensmilde (1977), sampai upaya untuk menculik Ratu Yuliana -tapi gagal.
Menghadapi aksi-aksi RMS itu, pemerintah Belanda menggeledah tempat tinggal anggota RMS, menangkap tokoh-tokoh RMS, menghukum mereka dan membekukan asset kekayaan yang dipakai untuk mendanai gerakan itu.
1978: Parlemen Belanda menutup kasus RMS, tidak mengadakan kontak resmi di antara dua pemerintahan.
1986: Penjelasan bersama dari pemerintah Belanda dan Badan Persatuan. Perjanjian mengenai jaminan hidup untuk ‘generasi pertama’ , pengaturan fasilitas perumahan dan peluang kerja bagi mereka (orang Maluku).
1992: Maluku Selatan menjadi anggota UNPO (Unrepresented Nations and Peoples Organisation), organisasi bangsa-bangsa dan rakyat yang tidak cukup terwakili di forum internasional, seperti PBB.
1993: Manusama menyerahkan kepemimpinan RMS kepada dokter yang telah pensiun F. Tutuhantunewa.
1996: Manusama meninggal.
25 April 2001: Pimpinan Eksekutif Forum Kedaulatan Maluku (FKM), Dr. Alex Manuputty, memelopori pengibaran bendera RMS pada peringatan ulang tahun proklamasi RMS, 25 April 2001, di kediamannya, kawasan Kudamati, Ambon. Akibatnya, Polda Maluku menangkap Alex pada Juni 2001, dengan tuduhan melanggar Pasal 106 KUHP dan 110 KUHP, tentang makar.
12 Februari 2002: Umat Islam dan Kristen di Maluku, yang terlibat konflik Maluku (sejak 19 Januari 1999), menandatangani perjanjian Malino. Salah satu kesepatakan adalah menolak segala bentuk gerakan separatis, termasuk RMS.
25 April 2002: Pada peringatan proklamasi RMS ke-51, diadakan pengibaran bendera RMS di Maluku. Akibatnya, sedikitnya 23 pengikut dan pendukung FKM ditangkap aparat keamanan. Kemudian, pendukung FKM mempraperadilankan Gubernur Maluku dan Kepala Kejaksaan Tinggi setempat lantaran penangkapan, penahanan dan pemeriksaan terhadap 15 tersangka pelaku pengibaran bendera RMS yang digerebek di beberapa lokasi di Pulau Saparua, Maluku Tengah, dianggap tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Di Den Haag, RMS memperingati hari proklamasinya di gedung olahraga Uichof dengan dihadiri sekitar 1000-2000 orang Maluku.
28 Agustus 2002: Lima belas tersangka, itu diadili, dianggap melanggar kedaulatan
22 Oktober 2002: Majelis hakim PN Ambon memvonis 2-5 tahun penjara potong tahanan terhadap 15 tersangka pendukung FKM yang mengibarkan bendera RMS, 25 April 2002.
17 Maret 2003: Pimpinan Eksekutif dan Pimpinan Yudikatif FKM, Dr.Alexander Hendriks Manuputty dan Waleruny Semuel alias Semmy, ditangkap untuk kedua kalinya oleh Polda Maluku.
25 April 2003: Sekitar 60 orang ditahan aparat keamanan di Ambon, berkaitan dengan peringatan hari ulang tahun RMS. Lantaran didapati menjahit atau mengibarkan bendera RMS yang diberi nama "Benang Raja". Dari 139 pengikut RMS yang ditangkap itu, 129 diantaranya dijadikan tersangka
28 Juni 2003: Sebanyak 39 anggota RMS yang ditahan di Kepolisian Resor Ambon sejak 25 April, dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan Nania. Mereka ditahan, karena terbukti melanggar larangan pengibaran bendera RMS.
25 April 2004: Ratusan pendukung RMS memancangkan bendera RMS di Kudamati. Kemudian, beberapa aktifisnya diarak polisi ke Markas Polda. Lalu terjadi konflik dengan kelompok Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4 Mei 2004: Dua pentolan gerakan sparatis RMS, Yacobus dan Matius diringkus aparat dari Polda Jawa Timur di Bandara Juanda, Surabaya.
6 Mei 2004: 11 tersangka FKM/RMS digiring ke Mabes Polri, diantaranya Sekjen FKM/RMS Moses Tuanakota, istri Alex Manuputi (nyonya Olli Manuputi) dan putri Alex (Kristina Manuputi).
Sobat, itulah sejarah yang mencatat berbagai peristiwa tentang RMS. Ternyata peristiwa itu tidak terhenti sampai penangkapan aktifis RMS. Dan puncak yang paling memalukan adalah pengibaran bendera RMS di depan Presiden Republik Indonesia baru-baru ini. Sebuah bukti yang menunjukkan bahwa RMS tidak akan pernah mati.
Issu inilah yang dijadikan sebagai kambing hitam terjadinya konflik Maluku. Pada saat kerusuhan Maluku yang terjadi antara 1999-2004, RMS kembali mencoba memakai kesempatan untuk menggalang dukungan dengan upaya-upaya provokasi, dan bertindak dengan mengatas-namakan rakyat Maluku. Beberapa aktivis RMS telah ditangkap dan diadili atas tuduhan kegiatan-kegiatan teror yang dilakukan dalam masa itu, walaupun sampai sekarang tidak ada penjelasan resmi mengenai sebab dan aktor dibalik kerusuhan Maluku.
Sedangkan mayoritas masyarakat Maluku melihat peristiwa pemberontakan RMS sebagai masa lalu yang suram dan ancaman bagi perkembangan kedamaian dan keharmonisan serta upaya pemulihan setelah perisitiwa kerusuhan Maluku.
By : Athie Imoet
Selengkapnya.....